Senin, 04 Mei 2009

Sekilas Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;
1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah;
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Beberapa model pembelajaran yaitu:


A. Model Pembelajaran Koperatif
A.1 Latar Belakang
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

A.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.

Menurut Ibrahim, dkk. unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut,
1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya,
3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan
7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri,
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula,
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

A.3 Keunggulan dan Kelemahan
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain,
1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan ingatan siswa, dan
3) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.

Kelemahan pada proses pembelajaran kooperatif yaitu masih menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan masih banyak kita jumpai. Dengan cara ini seolah-olah siswa sebagai botol kosong pasif yang siap di-isi ilmu pengetahuan oleh sang guru apapun atau bagaimanapun kondisinya.

B. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
B.1 Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

B.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Konstruktivisme, merupakan konsep yang mendasari model pembelajaran CTL. Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan. Model ini perlu mendapat penekanan adalah: (1) Persiapan sebelum menggunakan model ini, perlu diperhatikan karakteristik pembelajar, karakteristik materi serta lingkungan, (2) Memberi motivasi kepada pebelajar bahwa yang belajar (how to learn not how to teaher), oleh sebab itu perhatian secara individual sangat diperlukan. Tujuan dari model ini adalah mengembangkan pontensi siswa melalui pembelajaran yang mengacu pada inti kegiatan belajar sesungguhnya (sesuai perkembangan)

Model pembelajaran CTL dintandai dengan menggunakan beberapa teknik yaitu,
1). Tanya jawab,
2). Inkuiri, (observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan).
3). Komunitas belajar,
4). Pemodelan, guru memberikan model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
5). Refleksi,
6). Penilaian otentik, penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

B.3 Kelebihan dan Kelemahan
Melalui model pembeljaran ini siswa dapat mengenali, menggali, dan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya sehingga lebih kratif, produktif, dan mandiri. Kelemahannya, model ini memerlukan waktu yang lebih banyak karena bersifat konstruktifistik, sumber daya dan fasilitas, dll.

C. Model Pembelajaran PBL (Problem Based-Learning)
C.1 Latar Belakang
Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dimulai pada era 1950-an. Pada mulanya sebagai pergerakan untuk mengatur kembali pendidikan di sekolah medis. Tidak sama dengan instruksi tradisional (aliran behaviorisme) yang memusatkan suatu masalah setelah diberikan instruksi dasar atas fakta dan keterampilan. PBL dimulai dengan masalah, mengajarkan fakta dan keterampilan di dalam suatu konteks yang relevan. PBL telah digunakan di universitas, dan sekarang juga yang dipergunakan di sekolah bisnis dan Sekolah.

C.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
PBL diposisikan di pertengahan antara model pembelajaran berbasis sosial dan paradigma konstruktifistik radikal. PBL menggunakan kelompok siswa, tetapi masing-masing anggota kelompok juga bertanggung jawab untuk riset/pembelajaran mandiri. Lebih lanjut, instruktur perancah mengarahkan lebih sedikit pada model pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran konstruktifistik. Pembelajaran dimulai dengan pengetahuan yang siswa telah ketahui. Tujuannya agar siswa mensintesis pengetahuan baru atau solusi atas suatu masalah baru dengan proses sintesis dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga diharapakan terbentuk proses belajar sepanjang hayat (long live learning).

Langkah-langkah dalam model pembelajan PBL yaitu,
1). Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2). Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3). Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4). Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5). Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

C.3 Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan PBL yaitu, daya ingat pengetahuan lebih besar, pengintegrasian pengetahuan yang lebih baik, pengembangan life-long learning skills: bagaimana cara melakukan riset, bagaimana cara berkomunikasi di dalam kelompok, bagaimana cara menangani permasalahan, dll., meningkat motivasi dan minat dalam suatu pelajaran, meningkatkan interaksi ‘siswa-siswa’ dan interaksi ‘siswa-instruktur (guru)’. Kelemahannya memerlukan waktu yang lama untuk membangun “kebiasaan” ini dalam diri guru dan siswa, diperlukan langkah-langkah yang besar dalam hal mengetahui potensi seluruh siswa dalam satu kelas.
Read more...

Kamis, 30 April 2009

Peran Teori Kognitif Dominan Menurut Jean Piaget dalam Pemilihan Model Pembelajaran

Muhammad Arif Mahdiannur
NIM. 0705035049

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mulawarman
April, 2009


Abstrak : Proses pendidikan atau lebih tepatnya pembelajaran yang terjadi di sekolah selama ini sangat jauh dari praktek pembelajaran yang “manusiawi”, yang sesuai dengan cara belajar alamiah kita. Konsep ”belajar” yang diterapkan telah sangat usang dan merupakan warisan dari jaman agraria dan industri. Pembelajaran kognitif menurut teori kognitif dominan menurut Jean Piaget, merupakan salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki. Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik.

Kata Kunci : perkembangan kognitif, dan model pembelajaran



1. Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa), untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Makna pendidikan menjadi semakin luas sehingga batasan yang dibuat para ahli tampak begitu beraneka ragam, dan kandungannya juga berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini amat dipengaruhi oleh orientasi dan konsep dasar yang dipergunakan oleh para ahli tersebut sebagai aspek yang menjadi tekanan dan falsafah yang melandasinya. Berikut ini sejumlah batasan menurut para ahli yaitu;
1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU SPN No. 20 tahun 2003).
2) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 1991)
3) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989)
4) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya (Dictionary of Psychology, 1972).

Dari berbagai pengertian tersebut, pendidikan secara umum berfungsi membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke-arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai atau pelatihan ketrampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensi dan aktual telah dimiliki siswa, sebab siswa bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar. Mereka telah memiliki sesuatu, sedikit atau banyak, telah berkembang (teraktualisasi) atau sama sekali masih kuncup (potensial). Peran guru adalah mengaktualkan yang masih kuncup dan mengembangkan lebih lanjut apa yang sedikit atau baru sebagian teraktualisasi, semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada.

Oleh karena itu Jean Piaget, merumuskan konsep pendidikan dasar yaitu pendidikan yang menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, meskipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pendidikan merupakan penghubung dua sisi, disatu sisi individu sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang, perkembangan ini bersifat kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik menuntut nilai. Nilai ini adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengindentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan normatif antara individu dan nilai.

Akibatnya, penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Penulisan ini bertujuan mengetahui dan memahami tentang peran teori kognitif dominan menurut Jean Piaget dalam pemilihan model pembelajaran yang sesuai. Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah: (1) Bagaimana perkembangan anak menurut teori kognitif dominan Jean Piaget? (2) Model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan di dalam praktek sehari-hari serta implikasinya dalam sistem pendidikan (sistem penilaian, dll.)?

2. Pembahasan
2.1 Perkembangan Anak Menurut Teori Kognitif Dominan Piaget.
Konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya—dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia,
1) Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2) Periode pra-operasional (usia 2–7 tahun)
3) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur,
2) Universal (tidak terkait budaya)
3) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan,
4) Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis,
5) Urutan tahapan bersifat hierarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi),
6) Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Ada dua proses dalam proses perkembangan yaitu, Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. serta akomodasi, adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

Sehingga dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif yang sebagaian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini guru berperan sebagai seorang fasilitator dan berbagai sumber daya dapat digunakan sebagai pemberi informasi.

Piaget, menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu;
1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan, dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menetukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktifitas di dalam kelas yang terdiri atas individu-individu ke dalam kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktifitas dalam bentuk klasikal.
4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasi.

2.2 Model Pembelajaran yang Sesuai dengan Teori Kognitif Dominan Piaget.
Manusia terlahir dengan kondisi pikiran yang sempurna. Saat lahir manusia hanya punya satu jenis pikiran yaitu pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar sudah aktif sempurna sejak bayi berusia tiga bulan di dalam kandungan ibunya dan merekam dengan sempurna semua peristiwa yang dialami ibunya, baik positif maupun negatif, dan juga apa yang ibu si bayi, alami atau rasakan. Pikiran bawah sadar terdiri atas dua bagian. Pertama, bagian yang disebut dengan pikiran nir-sadar atau unconscious mind, atau ada juga yang menyebutnya sebagai primitive area. Kedua, bagian yang disebut dengan modern memory area atau yang lebih dikenal dengan nama subconscious mind. Jika orang berkata atau bicara mengenai pikiran bawah sadar maka yang mereka maksud adalah modern memory area ini. Pikiran nir-sadar berisi berbagai program, yang “ditulis” oleh Sang Pencipta, untuk kelangsungan hidup kita. Program-program ini antara lain untuk menjalankan fungsi tubuh otonom, seperti pernapasan, detak jantung, pencernaan, sistem kekebalan tubuh, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelangsungan hidup (survival). Bila di komputer, program-program di pikiran nir-sadar ini adalah BIOS atau Basic Input Ouput System. Tanpa BIOS komputer tidak akan bisa jalan. BIOS dibutuhkan untuk meng-instal Operating System (OS). Setelah OS selesai kita instal barulah kita meng-instal berbagai program aplikasi.

Teori kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan pengetahuan ke dalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema atau struktur pengetahuan. Pengkajian terhadap teori belajar kognitif memerlukan penggambaran tentang perhatian, memori dan elaborasi reheashal, pelacakan kembali, dan pembuatan informasi yang bermakna. Manusia memilih, mengamal, memberi perhatian, menghindar, merenung kembali dan membuat keputusan tentang peristiwa-peristiwa yang berlaku dalam persekitaran untuk mencapai matlamat secara aktif. Pandangan kognitif yang lama mengutamakan perolehan pengetahuan. Pandangan yang baru mengutamakan pembinaan atau pembangunan ilmu pengetahuan dalam proses pembelajaran kognitif ini melibatkan dua proses mental yang penting yaitu persepsi dan pembentukan konsep (penanggapan).

Model mengajar menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2003:176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer. Sebab model-model ini menyediakan alat-alat belajar yang diperlukan siswa. Hakekat mengajar (teaching) menurut Joyce dan Weil adalah membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan belajar bagaimana cara belajar. Hasil akhir atau hasil jangka panjang dari mengajar adalah kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang. Model mengajar tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, akan tetapi juga bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan.

Masalah utama yang ada dalam sistem pendidikan kita adalah sekolah yang masih menganut sistem skolastik. Yaitu belajar hanya terjadi di sekolah. Makna belajar telah mengalami peyorasi dalam anggapan masyarakat kita. Sekolah hanya berorientasi nilai dan informasi tidak kepada penanaman konsep. Pendekatan skolastik dalam pembelajaran mengakibatkan timbulnya pengkultusan pada aspek-aspek akademis yang cenderung memberikan tekanan pada perkembangan inteligensi hanya terbatas pada aspek nilai yang menyebabkan terjadi pereduksian. Kondisi inilah yang memicu terjadinya masalah-masalah sosial yang disebabkan karena lemahnya social capital, sehingga generasi muda kurang memperoleh bekal keterampilan untuk hidup.

Selain itu, guru pada umumnya hanya menyadari peranannya sebagai penerus dan penyebar pengetahuan (kennisoverdrager), dan kurang menyadari bahwa di samping itu guru juga harus membina kearifan murid melalui pendidikan nilai-nilai dan pemahaman apa yang mereka ketahui. Di-lain pihak, sistem pengujian kita yang menggunakan referensi norma, yang sangat mengagungkan penggunaan kurva distribusi normal atau kurva lonceng (bell curve). Kurva distribusi normal ini mengharuskan ada 10% anak yang prestasinya rendah, 80% rata-rata, dan 10% yang berprestasi cemerlang. Tujuan kita mengajar siswa adalah agar siswa bisa menguasai apa yang diajarkan, tidak peduli apa cara yang digunakan asalkan sesuai dan tidak melanggar hukum dan norma agama dan sosial. Jika tujuan dari proses pembelajaran adalah untuk mencapai keberhasilan, mengapa kurvanya harus berbentuk lonceng mengapa tidak berupa garis lurus? Selain itu sistem ujian yang kebanyakan menggunakan sistem closed-book atau buku tertutup. Praktek ini didasari oleh asumsi bahwa kemampuan mengingat suatu pengetahuan jauh lebih berharga dari pada kemampuan untuk mencari sumber pengetahuan. Ujian closed-book ditambah lagi murid tidak boleh kerja sama alias nyontek akhirnya sangat membebani anak didik. Tolong jangan salah mengerti. Saya juga tidak setuju bila anak menyontek. Tapi kalau memang bisa mengapa kita tidak mengajarkan cara belajar kolaborasi? Sistem closed-book mempunyai beberapa keburukan lainnya. Cara menguji seperti ini memberikan beban ekstra bagi anak didik. Anak didik yang sangat pintar dalam hal aplikasi akan mendapat nilai jelek bila ia lupa rumus atau definisi. Bila kita mengacu pada hirearki kognisi seseorang, sesuai dengan taksonomi Bloom, maka cara ujian seperti ini hanya mengajarkan anak untuk berpikir pada level yang rendah, level menghapal saja. Kita tidak mengajar anak berpikir pada level yang lebih tinggi yaitu analisa, sintesa dan evaluasi. Akibatnya peserta didik menjadi tidak kreatif dan inovatif dalam belajar. Padahal otak kita, yang memiliki kemampuan yang sangat luar biasa, dirancang untuk berpikir namun sistem pendidikan telah mereduksi fungsi otak hanya sebagai mesin foto kopi.

Untuk memperbaiki keadaan ini diperlukan model-model baru dalam pembelajaran yang cocok dengan akar masalah yang dihadapi. Model-model yang cocok diterapkan berdasarkan teori kognotif dominan menurut Piaget, yaitu model yang bersifat bottom up atau kemitraan. Salah satu yang populer adalah model pembelajaran kuantum, model kooperatif, model problem-based learning, model learning environment, dll. Untuk mewujudkan keseluruhan proses hal yang paling baik yaitu dengan mengkolaborasi antar model pembelajaran yang mampu mengembangkan manusia seutuhnya.

3. Kesimpulan
1) Menurut teori kognitif dominan menurut Jean Piaget, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
2) Model pembelajaran yang cocok diterapkan berdasarkan teori kognitif dominan menurut Piaget, yaitu model yang bersifat bottom up atau kemitraan. Seperti model pembelajaran kuantum, model kooperatif, model problem-based learning, model learning environment, dll. Untuk mewujudkan keseluruhan proses hal yang paling baik yaitu dengan mengkolaborasi antar model pembelajaran yang mampu mengembangkan manusia seutuhnya.


Daftar Pustaka :


Anonim. 2009. Teori Perkembangan Kognitif. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Faiq, Muhammad. 2009. Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-konstruktivis-dalam.html

Hergenhahn, B. R. dan Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning. Edisi ke-7. Alih Bahasa : Wibowo, Tri. Jakarta : Kencana.

Holil, Anwar. 2009. Teori Perkembangan Kognitif Piaget. http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html

Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. ke-4. Bandung : Alfabeta.
Read more...

Senin, 13 April 2009

Principia Mathematica by Isaac Newton

Read more...

Senin, 09 Maret 2009

KOMPETENSI SOSIAL KEMAMPUAN BERADAPTASI SEORANG GURU

Apakah kompetensi sosial? Pakar psikologi pendidikan Gadner (1983) menyebut kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner.

Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994).

Relevansi dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komprehensif, atau pendekatan multidisiplin.

Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotional intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan (Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena himpitan kesulitan ekonomi.

Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.

Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Kompetensi sosial ialah kemampuan seorang guru dan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.

Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.

Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang pendidik, kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills (www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat dimasukkan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan dalam berelasi, (8) berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15) komunikasi.

Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita.

Materi ajar atau pelatihan itu disampaikan untuk mencapai pemahaman dan internalisasi nilai-nilai para peserta didik. Metode penyampaiannya dapat mengadopsi metode Tillman/UNESCO dalam pembelajaran living values (Grasindo, 2004). Metode yang bersifat edutaiment ini mengandung unsur permainan, inkuiri, dan eksplorasi, baik eksplorasi potensi diri maupun potensi lingkungan.

Bagaimana mengemasnya? Kemasan pengembangan kompetensi sosial untuk guru, calon guru (mahasiswa keguruan), dan siswa tentu berbeda. Kemasan itu harus memerhatikan karakteristik masing-masing, baik yang berkaitan dengan aspek psikologis ketiga kelompok itu maupun sistem yang mendukungnya.

Model pelatihan yang bersifat edutaiment cocok untuk para guru dan dosen. Karena jumlah guru dan dosen itu sangat banyak, dapat digunakan pelatihan berjenjang deret ukur TOT (training of trainer). Semua perlu persiapan yang matang karena kerja ini menuntut persyaratan keunggulan kualitas, ketepatan, dan kecepatan. Hal yang disebut terakhir ini perlu mendapat perhatian khusus karena UU Guru dan Dosen mengamanatkan proses sertifikasi kompetensi ini harus selesai dalam sepuluh tahun sejak UU itu disahkan.

Untuk para mahasiswa, khususnya calon guru, dapat dimasukkan ke dalam mata kuliah dasar, seperti ”ilmu sosial dasar” yang sejajar dengan mata kuliah ”ilmu budaya dasar” dan ”ilmu sains dasar” dengan perubahan paradigma. Kalau sebelumnya ilmu sosial dasar berorientasi kepada penyampaian pengetahuan, dalam paradigma baru ini perlu ditambah dan ditekankan pada penanaman nilai-nilai atau kearifan-kearifan sosial.

Barangkali ada yang ragu dengan cara memadukan atau menyelipkan ke dalam mata pelajaran lain. Alasannya, beban materi pelajaran itu sendiri sudah sangat berat. Asal kita bisa bertindak kreatif dan cerdas kesulitan ini tidak sulit diatasi. Misalnya, penanaman nilai toleransi dengan mudah dan tidak menambah beban mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan cara menyisipkan ke materi bacaan atau wacana, misalnya lewat cerpen atau dongeng. Hal yang sama dapat dilakukan pada mata pelajaran lain.

Hal yang sangat mendesak berkaitan dengan pelatihan, pembelajaran, dan sertifikasi guru dan dosen (khususnya yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan kepribadian karena ini hal baru) adalah pengembangan pemahaman kompetensi ini yang komprehensif, yang dapat diterima oleh banyak pihak. Sampai saat ini sudah banyak seminar tentang UU Guru dan Dosen diadakan, tetapi kita belum sampai atau memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap kedua kompetensi ini. Hal kedua yang sangat mendesak adalah penyediaan silabus dan materi latihan atau ajar untuk mengembangkan kompetensi ini.
Apabila dunia pendidikan bisa menjawab tantangan pengembangan kompetensi sosial ini secara cepat dan tepat, mudah- mudahan 10 tahun mendatang kita ebih banyak memiliki insan yang lebih demokratis, lebih toleran, dan memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar.

Kompetensi sosial pada poin ke 3 adalah,
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

Sub poin dari kompetensi sosial diatas adalah,
 Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai pendidik.
 Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan.

Dari poin tersebut maksudnya yaitu seorang guru bersedia ditempatkan dan ditugaskan dimanapun dia berada. Selain itu, seorang guru diharapkan pula mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat ia ditugaskan.
Pada kurikulum KTSP, dijelaskan bahwa kurikulum tersebut menekankan pada pengembangan kemampuan peserta didik, sehingga dengan adaptasi yang baik dari seorang guru dimana ia ditugaskan, guru tersebut mampu melihat pola interaksi yang dipakai atau diterapkan dalam lingkungan tersebut, sehingga guru mampu membuat suatu metode yang bersifat inklusif, sehingga anak didik itu mampu menyerap apa yang disampaikan oleh pendidik dengan baik. Karena metode ceramah lebih banyak diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, guru mampu memposisikan diri dengan lingkungan tempat ia mengajar, sehingga tujuan dari proses belajar mengajar itu dapat berhasil dengan metode ceramah terebut.

Dengan penerapan kurikulum KTSP yang menekankan pada sasaran pembelajaran, sehingga guru dapat memilih materi-materi pembelajaran yang efektif dan berguna sesuai dengan kondisi lingkungan dimana ia mengajar.

Namun demikian, banyak guru yang ditugaskan di daerah-daerah terpencil atau pedalaman, merasa tidak betah karena sarana dan prasarana yang tidak memadai seperti dimana tempat ia tinggal sebelumnya. Padahal sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 mengenai kompetensi sosial pada poin diatas, seharusnya guru bersedia ditempatkan dimanapun dia berada. Guru diharuskan profesional dengan peraturan tersebut. Guru juga diharuskan memiliki kompetensi dalam hal adaptasi dengan lingkungan dimanapun di seluruh Indonesia yang memiliki keragaman sosial dan budaya yang berbeda dengan daerah asalnya.

Guru bukan hanya bertugas dikelas. Guru juga merupakan panutan dan teladan bagi lingkungan. Sehingga, guru diharuskan dapat berkomunikasi juga dengan lingkungan. Dengan hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya, guru dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat guna melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja di sekolahnya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan tersebut. Contohnya, jika guru perempuan dapat aktif di PKK daerah tersebut, maka guru juga dapat mengajarkan ilmu atau keterampilan yang dimilikinya guna diajarkan kepada masyarakat. Jika guru laki-laki, dapat berperan dalam pembinaan karag taruna atau pembinaan terhadap remaja masjid atau mushalla di daerah pedalaman atau terpencil tersebut. Jadi, selain dapat mencerdaskan peserta didiknya, guru juga dapat membina serta bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya. Dengan demikian, guru dapat memberikan manfaat kepada lingkungan dimana ia ditugaskan serta dapat pula menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila guru tersebut telah berdedikasi terhadap lingkungannya, maka guru yang tidak betah tersebut dapat beradaptasi dan bertahan di tempat ia ditugaskan.
Read more...

Kamis, 19 Februari 2009

KENANGAN

KENANGAN DARI IBU
Bunda tercinta....
Kau rawat dan kau didik aku sepenuh kasih sayangmu
Kau latih aku bergerak setapak demi setapak
Berjalan selangkah demi selangkah
Berbicara sepatah dua patah
Kau ajar aku ilmu setahap demi setahap
Semangat kartini terpatri dalam dirimu
Kini, aku?
Indah nian nostalgia itu


KENANGAN DARI AYAH
Ayahanda tersayang....
Kau bimbing aku antara bebas dan ketat
Kau bimbing aku antara keras dan lembut
Kau bimbing aku antara pendiam dan periang
Jiwa pahlawan dan pejuang terukir dalam wujudmu
Kini, aku terbentuk diantara kedua itu.
Indah nian nostalgia itu


KENANGAN DARI DAYANG
Dayang terkasih....
Kau bina aku layaknya dirimu sendiri
Kau beri apa yang kau bisa
Kau sedih jika aku sedih dan kau senang jika aku senang
Hati seorang putri sejati terpahat dijiwamu
Kini, aku berusaha mewujudkan asa dan citamu
Indah nian nostalgia itu. Read more...

Sabtu, 17 Januari 2009


PERANG BUTUH FISIKA

Physics is universe. Lagi-lagi ilmu fisika berperan dalam pola kehidupan yang lain, salah satunya adalah berperang. Sejak lama peperangan selalu menggunakan unsur metodis dari ilmu fisika. Di zaman bahula (3000 SM), manusia berperang dengan alat yang begitu sederhana, bambu runcing maksudnya. Teori fisika yang terjadi adalah semakin benda berbentuk runcing, maka tekanan benda itu semakin kuat. Hal ini tentu saja bambu runcing dapat menembus ke perut musuh yang mereka hadapi. Dan dorongan melempar yang dilakukan oleh pelaku perang juga menggunakan konsep fisika lainnya, kecepatan dan sudut pergerakan dorongan tersebut.

Selain itu, Gada pun ambil alih di sini. Untuk mendapatkan hantaman yang kuat, gada harus diayun secara kuat (dengan energi kinetik yang besar). Gada ini dapat menghancurkan dada musuh bahkan kepala jika memang tepat sasarannya.

Dalam kurun waktu yang cukup lama, terjadilah Perang Dunia I, Perang Modern, Teknologi Stealth, Laser dan Infra Merah ikut hadir di akibat perkembangan dari sebuah konsep fisika. Dapat kita ketahui adanya pistol, senapan mesin, granat, radar radio mencari musuh hingga pembuatan pesawat perang. Wajar saja jika peralatan perang ini menggunakan berbagai teori fisika, area bermain saja yang dijadikan sebagai hiburan tentu perlu penerapan ilmu fisika itu.

Peperangan yang terjadi di jalur gaza baru-baru ini mempunyai sisi positif dari sudut pandang yang berbeda. melalui peperangan tersebut kita dapat melihat bahwa fisika itu mengagumkan tergantung siapa yang menggunakannya, baik atau buruknya tergantung penggunanya. Oleh karenanya, tak perlu lagi anda memalingkan kepala anda. Ilmu fisika sudah melekat di dalam kehidupan manusia sehari-hari tentunya. Mulailah menelaah lebih jauh dan mendekatkan diri pada suatu kenyataan yang tersusun berdasarkan ilmu-ilmu teori yang sering dijelaskan. (dari berbagai sumber)
Read more...

Jumat, 16 Januari 2009

QuAnTum GatE

















WelcomE to Mahdiannur's World................................................................................................................

GOD ZIJ MET ONS......................................................................................................................................

dAnK U............................................................................................................................................................
Read more...