Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;
1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah;
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Beberapa model pembelajaran yaitu:
A. Model Pembelajaran Koperatif
A.1 Latar Belakang
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
A.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Menurut Ibrahim, dkk. unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut,
1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya,
3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan
7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri,
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula,
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
A.3 Keunggulan dan Kelemahan
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain,
1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan ingatan siswa, dan
3) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Kelemahan pada proses pembelajaran kooperatif yaitu masih menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan masih banyak kita jumpai. Dengan cara ini seolah-olah siswa sebagai botol kosong pasif yang siap di-isi ilmu pengetahuan oleh sang guru apapun atau bagaimanapun kondisinya.
B. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
B.1 Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
B.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Konstruktivisme, merupakan konsep yang mendasari model pembelajaran CTL. Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan. Model ini perlu mendapat penekanan adalah: (1) Persiapan sebelum menggunakan model ini, perlu diperhatikan karakteristik pembelajar, karakteristik materi serta lingkungan, (2) Memberi motivasi kepada pebelajar bahwa yang belajar (how to learn not how to teaher), oleh sebab itu perhatian secara individual sangat diperlukan. Tujuan dari model ini adalah mengembangkan pontensi siswa melalui pembelajaran yang mengacu pada inti kegiatan belajar sesungguhnya (sesuai perkembangan)
Model pembelajaran CTL dintandai dengan menggunakan beberapa teknik yaitu,
1). Tanya jawab,
2). Inkuiri, (observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan).
3). Komunitas belajar,
4). Pemodelan, guru memberikan model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
5). Refleksi,
6). Penilaian otentik, penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
B.3 Kelebihan dan Kelemahan
Melalui model pembeljaran ini siswa dapat mengenali, menggali, dan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya sehingga lebih kratif, produktif, dan mandiri. Kelemahannya, model ini memerlukan waktu yang lebih banyak karena bersifat konstruktifistik, sumber daya dan fasilitas, dll.
C. Model Pembelajaran PBL (Problem Based-Learning)
C.1 Latar Belakang
Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dimulai pada era 1950-an. Pada mulanya sebagai pergerakan untuk mengatur kembali pendidikan di sekolah medis. Tidak sama dengan instruksi tradisional (aliran behaviorisme) yang memusatkan suatu masalah setelah diberikan instruksi dasar atas fakta dan keterampilan. PBL dimulai dengan masalah, mengajarkan fakta dan keterampilan di dalam suatu konteks yang relevan. PBL telah digunakan di universitas, dan sekarang juga yang dipergunakan di sekolah bisnis dan Sekolah.
C.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
PBL diposisikan di pertengahan antara model pembelajaran berbasis sosial dan paradigma konstruktifistik radikal. PBL menggunakan kelompok siswa, tetapi masing-masing anggota kelompok juga bertanggung jawab untuk riset/pembelajaran mandiri. Lebih lanjut, instruktur perancah mengarahkan lebih sedikit pada model pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran konstruktifistik. Pembelajaran dimulai dengan pengetahuan yang siswa telah ketahui. Tujuannya agar siswa mensintesis pengetahuan baru atau solusi atas suatu masalah baru dengan proses sintesis dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga diharapakan terbentuk proses belajar sepanjang hayat (long live learning).
Langkah-langkah dalam model pembelajan PBL yaitu,
1). Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2). Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3). Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4). Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5). Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
C.3 Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan PBL yaitu, daya ingat pengetahuan lebih besar, pengintegrasian pengetahuan yang lebih baik, pengembangan life-long learning skills: bagaimana cara melakukan riset, bagaimana cara berkomunikasi di dalam kelompok, bagaimana cara menangani permasalahan, dll., meningkat motivasi dan minat dalam suatu pelajaran, meningkatkan interaksi ‘siswa-siswa’ dan interaksi ‘siswa-instruktur (guru)’. Kelemahannya memerlukan waktu yang lama untuk membangun “kebiasaan” ini dalam diri guru dan siswa, diperlukan langkah-langkah yang besar dalam hal mengetahui potensi seluruh siswa dalam satu kelas.
Read more...
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;
1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah;
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Beberapa model pembelajaran yaitu:
A. Model Pembelajaran Koperatif
A.1 Latar Belakang
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
A.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Menurut Ibrahim, dkk. unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut,
1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya,
3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan
7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri,
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula,
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
A.3 Keunggulan dan Kelemahan
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain,
1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan ingatan siswa, dan
3) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Kelemahan pada proses pembelajaran kooperatif yaitu masih menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan masih banyak kita jumpai. Dengan cara ini seolah-olah siswa sebagai botol kosong pasif yang siap di-isi ilmu pengetahuan oleh sang guru apapun atau bagaimanapun kondisinya.
B. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
B.1 Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
B.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
Konstruktivisme, merupakan konsep yang mendasari model pembelajaran CTL. Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan. Model ini perlu mendapat penekanan adalah: (1) Persiapan sebelum menggunakan model ini, perlu diperhatikan karakteristik pembelajar, karakteristik materi serta lingkungan, (2) Memberi motivasi kepada pebelajar bahwa yang belajar (how to learn not how to teaher), oleh sebab itu perhatian secara individual sangat diperlukan. Tujuan dari model ini adalah mengembangkan pontensi siswa melalui pembelajaran yang mengacu pada inti kegiatan belajar sesungguhnya (sesuai perkembangan)
Model pembelajaran CTL dintandai dengan menggunakan beberapa teknik yaitu,
1). Tanya jawab,
2). Inkuiri, (observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan).
3). Komunitas belajar,
4). Pemodelan, guru memberikan model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
5). Refleksi,
6). Penilaian otentik, penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
B.3 Kelebihan dan Kelemahan
Melalui model pembeljaran ini siswa dapat mengenali, menggali, dan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya sehingga lebih kratif, produktif, dan mandiri. Kelemahannya, model ini memerlukan waktu yang lebih banyak karena bersifat konstruktifistik, sumber daya dan fasilitas, dll.
C. Model Pembelajaran PBL (Problem Based-Learning)
C.1 Latar Belakang
Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dimulai pada era 1950-an. Pada mulanya sebagai pergerakan untuk mengatur kembali pendidikan di sekolah medis. Tidak sama dengan instruksi tradisional (aliran behaviorisme) yang memusatkan suatu masalah setelah diberikan instruksi dasar atas fakta dan keterampilan. PBL dimulai dengan masalah, mengajarkan fakta dan keterampilan di dalam suatu konteks yang relevan. PBL telah digunakan di universitas, dan sekarang juga yang dipergunakan di sekolah bisnis dan Sekolah.
C.2 Karakteristik, Tujuan, dan Ciri-ciri
PBL diposisikan di pertengahan antara model pembelajaran berbasis sosial dan paradigma konstruktifistik radikal. PBL menggunakan kelompok siswa, tetapi masing-masing anggota kelompok juga bertanggung jawab untuk riset/pembelajaran mandiri. Lebih lanjut, instruktur perancah mengarahkan lebih sedikit pada model pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran konstruktifistik. Pembelajaran dimulai dengan pengetahuan yang siswa telah ketahui. Tujuannya agar siswa mensintesis pengetahuan baru atau solusi atas suatu masalah baru dengan proses sintesis dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga diharapakan terbentuk proses belajar sepanjang hayat (long live learning).
Langkah-langkah dalam model pembelajan PBL yaitu,
1). Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2). Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3). Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4). Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5). Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
C.3 Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan PBL yaitu, daya ingat pengetahuan lebih besar, pengintegrasian pengetahuan yang lebih baik, pengembangan life-long learning skills: bagaimana cara melakukan riset, bagaimana cara berkomunikasi di dalam kelompok, bagaimana cara menangani permasalahan, dll., meningkat motivasi dan minat dalam suatu pelajaran, meningkatkan interaksi ‘siswa-siswa’ dan interaksi ‘siswa-instruktur (guru)’. Kelemahannya memerlukan waktu yang lama untuk membangun “kebiasaan” ini dalam diri guru dan siswa, diperlukan langkah-langkah yang besar dalam hal mengetahui potensi seluruh siswa dalam satu kelas.